Jumat, 12 Oktober 2012

METODE DAN CORAK TAFSIR

METODE DAN CORAK TAFSIR


A.  Metode Tafsir
Menurut Nashiruddin Baidan, metode penafsiran al-Qur’an terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1.      Metode Ijmali (global)
Metode ijmali ialah metode dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tetapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Di samping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Qur’an, padahal yang didengar adalah tafsirnya.[1]
2.      Metode Tahlili (analitis)
Metode tahlili ialah metode dalam menjelaskan al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat dan surat-surat di dalam mushaf. Tafsir dengan metode tahlili tersebut menguraikan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, keterkaitan dengan ayat lain (munasabah), dan pendapat-pendapat yang telah ada berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya.[2]
3.      Metode Muqarin (komparatif)
Metode muqarin ialah membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. Istilah lain ialah membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan Hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan, atau juga diartikan dengan membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an.[3]
4.      Metode Maudhu’i (tematik)
Metode maudhu’i ialah membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan lain sebagainya.[4]

B.  Corak Tafsir
Corak penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu laun yang arti dasarnya warna. Corak penafsiran yang dimaksud di sini ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir.[5]
Selanjutnya, corak penafsiran al-Qur’an dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Tafsir bercorak sufi
Tafsir berorak sufi ialah tafsir dengan kecenderungan men-ta’wil-kan al-Qur’an selain dari apa yang tersirat, dengan berdasar pada isyarat-isyarat yang nampak pada ahli ibadah.[6]
2.      Tafsir bercorak lughawi (adabi)
Tafsir bercorak lughawi ialah kecenderungan tafsir dengan memfokuskan penafsiran pada bidang bahasa. Penafsirannya meliputi segi i’rab, harakat, bacaan, pembentukan kata, susunan kalimat dan kesusastraannya. Tafsir semacam ini selain menjelaskan maksud-maksud ayat-ayat al-Qur’an juga menjelaskan segi-segi kemu’jizatannya.[7]
3.      Tafsir bercorak ijtima’i (sosial masyarakat)
Tafsir ini memiliki kecenderungan kepada persoalan sosial kemasyarakatan. Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat yang sedang berlangsung.
4.      Tafsir bercorak fiqih
Tafsir bercorak fiqih ialah kecenderungan tafsir dengan metode fiqih sebagai basisnya, atau dengan kata lain, tafsir yang berada di bawah pengaruh ilmu fiqih, karena fiqih sudah menjadi minat dasar mufasirnya sebelum dia melakukan usaha penafsiran.[8] Tafsir semacam ini seakan-akan melihat al-Qur’an sebagai kitab suci yang berisi ketentuan perundang-undangan, atau menganggap al-Qur’an sebagai kitab hukum.[9]
5.      Tafsir bercorak filsafat
Tafsir bercorak filsafat ialah kecenderungan tafsir dengan menggunakan teori-teori filsafat, atau tafsir dengan dominasi filsafat sebagai pisau bedahnya. Tafsir semacam ini pada akhirnya tidak lebih dari deskripsi tentang teori-teori filsafat.[10]
6.      Tafsir bercorak ilmiah
Tafsir bercorak ilmiah adalah kecenderungan menafsirkan al-Qur’an dengan memfokuskan penafsiran pada kajian bidang ilmiah, yakni untuk menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan alam. Atau tafsir yang memberikan hukum terhadap istilah alamiah dalam ibarat al-Qur’an.[11]
7.      Tafsir bercorak kalam (teologi)
Tafsir bercorak kalam ialah tafsir dengan kecenderungan pemikiran kalam, atau tafsir yang memiliki warna pemikiran kalam. Tafsir semacam ini merupakan salah satu bentuk penafsiran al-Qur’an yang tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih jauh lagi merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang teologi tertentu. Paling tidak tafsir model ini akan lebih banyak membicarakan tema-tema teologis dibanding mengedepankan pesan-pesan pokok al-Qur’an.[12]


[1]Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pelajar Offset, 1998), 13
[2]Ibid., 31.
[3]Ibid., 65. Lihat pula Abd. Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (Mesir: Mathba’ah al-Hadharat al-‘Arabiyyah, 1997), 45-46.
[4]Ibid., 151. Lihat pula al-Farmawi, Al-Bidayah fi al-Tafsir…, 52.
[5] Abdul Mustaqim, Aliran-Aliran Tafsir; Dari Periode Klasih hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Kreasi Warna, 2005), 69.
[6]Abd. Kholid, Kuliah Madzahib al-Tafsir, (IAIN Sunan Ampel Surabaya: Fakultas Ushuluddin, 2003), 56.
[7]Ibid., 61.
[8]Mustaqim, Aliran-Aliran…, 70.
[9]Taufik Adnan Amal dan Syamsu Rizal Panggabean, Tafsir Kontekstual al-Qur’an, (Bandung: MIzan, 1990), 24.
[10] Moh. Husein al-Dzahabi, al- Tafsir wa al-Mufassirun, (Nasyr: Tuzi’, 2005), 419.
[11]Kholid, Kuliah …, 69.
[12]Mustaqim, Aliran-Aliran…, 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar